Rabu, 13 Juli 2011

Shalat tasbih dan shalat nisfu sya’ban itu bid’ah ?

Mengenai shalat tasbih, riwayatnya adalah berkata Rasulullah saw kepada Abbas ra : “Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah kau kuberi?, maukah kau termuliakan?, maukah kau kuajari keluhuran..?, maka perbuatlah 10 hal, yg jika kau kerjakan maka Allah akan mengampuni dosamu yg pertama dan terakhir, dosa yg terdahulu dan yg baru, yg sengaja dan tak sengaja, yg besar dan yg kecil, yg tersembunyi dan yg terang terangan, 10 bagian yaitu kau shalat 4 rakaat, dan kau membaca pada setiap rakaat surat Fatihah dan surat lainnya,jika selesai dari bacaannya maka bacalah Subhanallah walhamdulilllah walaa ilaha illallah wallahu akbar 15X, lalu……(demikian Rasul saw meneruskan bacaan shalat tasbih sebagaimana kita ketahui).. maka jadilah setiaprakaat 75X dzikir itu, lakukan demikian 4 rakaat, maka lakukanlah jika mampu akan hal itu setiap hari, jika tidak maka setiap jumat sekali, jika tidak maka setiap bulan sekali,jika tidak maka setahun sekali, jika tidak maka seumur hidupmu sekali (HR Sunan Abi Dawud bab shalat tasbih, Mustadrak ala shahihain Bab Shalat Tattawwu’, Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Fadhl Attasbih, dll).
Mengenai shalat nisfu sya’ban saya belum menemukan riwayatnya yg shahih dan tsigah, namun kita lebih percaya pada parea Kyai kita daripada mereka yg dangkal dalam ilmu hadits
jikapun hal itu bid’ah, maka tentunya Bid’ah hasanah, Shalat sunnah boleh dil;akukan kapan saja, maka jika memperbanyak ibadah di malam nisfu sya’ban dengan memperbanyak shalat, apakah salahnya?
salahkan orang memperbanyak sujud dimalam itu?
sebagaimana riwayat shahih ketika Imam Masjid Quba mengada ada dengan membaca surat alikhlas pada setiap rakaat setelah fatihah baru kemudian surat lainnya,
maka makmumnya memprotesnya, kenapa surat al ikhlas disederajatkan dg fatihah??
maka imam itu keras kepala dan tak mau merubahnya, kabar disampaikan pada Rasul saw, dan Rasul saw memanggilnya dan menanyakannya, maka Imam Masjid Quba menjawab tanpa dalil, seraya berkata : “Aku mencintai surat Al Ikhlas.., maka Rasul saw bersabda : cintamu pada surat al ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari).
jelas sudah, Rasul saw tak menyalahkan orang yg membuat buat suatu hal yg beliau saw tak ajarkan, selama hal itu baiik, berikut masalah Bid’ah hasanah :
BID’AH
1. Nabi saw memperbolehkan berbuat bid’ah hasanah.
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid;ah dhalalah.
Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yg membuat kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yg tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yg baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yg tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat : “ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM..dst, “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”, maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yg baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam,
bila yg dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll, berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yg baik boleh boleh saja.
namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yg bertentangan dg syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yg sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw : “Barangsiapa yg membuat buat hal baru yg berupa keburukan…dst”, inilah yg disebut Bid’ah Dhalalah.
Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yg baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dg hal yg ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yg buruk (Bid’ah dhalalah).
Mengenai pendapat yg mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yg dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits diatas jelas jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.
2. Siapakah yg pertama memulai Bid’ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?
Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar”, hatinya jernih menerima hal yg baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yg tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yg memulainya.
Kita perhatikan hadits yg dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yg membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan…, maka beri wasiatlah kami..” maka rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yg berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yg mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat kuat dg geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yg baru, sungguh semua yg Bid;ah itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yg baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yg baru, yg tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dg persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.
Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dg nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu.
Demikian pula hal yg dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari hadits no.873).
Siapakah yg salah dan tertuduh?, siapakah yg lebih mengerti larangan Bid’ah?, adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bid’ah?
3. Bid’ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka yg menolak bid’ah hasanah inilah yg termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafian sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yg merupakan Bid’ah dhalalah, hal yg telah diperingatkan oleh Rasul saw.
Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.
Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.
Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits, ini semua adalah perbuatan Bid’ah namun Bid’ah Hasanah.
Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut.
Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al-Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bid’ah hasanah.
Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.
Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?
Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid’ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yg telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dg jelas bahwa hal hal baru yg berupa kebaikan (Bid’ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal hal baru yg berupa keburukan (Bid’ah dhalalah).
Saudara saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar”.
Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua”.
Maka kuhimbau saudara saudaraku muslimin yg kumuliakan, hati yg jernih menerima hal hal baru yg baik adalah hati yg sehati dg Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yg dijernihkan Allah swt,
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dg mereka, belum setuju dg pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dg geraham yg maksudnya berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dg Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin
Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah
1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yg sejalan dg sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dg ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : “seburuk buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yg dimaksud adalah hal hal yg tidak sejalan dg Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya” (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yg baik dan bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)
3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yg baru adalah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah adalah sesat”, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid’ah yg tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)
Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg mandub, bid’ah yg mubah, bid’ah yg makruh dan bid’ah yg haram.
Bid’ah yg wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yg menentang kemungkaran, contoh bid’ah yg mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah adalah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)
Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yg Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

Amalan amalan di bulan Sya’ban, Keutamaan Puasa di Bulan Sya’ban dan Keutamaan malam nisfu Sya’ban serta Bagaimana merayakan malam Nisfu Sya’ban

Saudara-saudara seiman !!!
Mari kita sambut bulan Ramadhan yang penuh berkah mulai bulan Sya’ban ini. Kita persiapkan diri kita baik fisik dan rohani untuk bulan yang penuh karunia tersebut.
Mempersiapkan rohani kita adalah dengan mulai mempelajari hal-hal penting yang perlu kita amalkan selama bulan tersebut. Kita buka kembali pelajaran fiqhus-syiyam kita, yaitu  fikih berpuasa yang benar dan sesuai ajaran. Kita sadarkan diri dan kesadaran kita akan pentingnya bulan tersebut bagi agama dan keimanan kita.
Secara fisik, kita juga harus mempersiapkan diri di bulan ini dengan melatih diri memperbanyak ibadah dan khususnya puasa. Itulah salah satu hikmah kita dianjurkan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban ini. Dan di bulan Sya’ban ini juga ada malam nisfu sya’ban, yaitu malam pertengahan bulan Sya’ban. Lepas dari kuat tidaknya dalil mengenai amalam pada malam tersebut, namun malam itu bisa kita jadikan waktu pengingat kembali akan persiapan-persiapan kita dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh maghfirah. Berikut ini hadist-hadist seputar keutamaan bulan Sys’ban semoga bisa kita baca dan amalkan:
Anjuran Memperbanyak Puasa di Bulan Sya’ban
Dari Aisyah r.a. beliau berkata:”Rasulullah s.a.w. berpuasa hingga kita mengatakan tidak pernah tidak puasa, dan beliau berbuka (tidak puasa) hingga kita mengatakan tidak puasa, tapi aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa selain bulan Ramadhan kecuali pada bulan Sya’ban”. (h.r. Bukhari). Beliau juga bersabda:”Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan”.
Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:’Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa  (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya’ban? Rasulullah s.a.w. menjawab:”Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa”. (h.r. Abu Dawud dan Nasa’i).
Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban
Dari A’isyah: “Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: “Hai A’isyah engkau tidak dapat bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki” (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.
Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: “Malam nisfu Sya’ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: “Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing.” (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).
Ulama berpendapat bahwa hadis lemah dapat digunakan untuk Fadlail A’mal (keutamaan amal). Walaupun hadis-hadis tersebut tidak sahih, namun melihat dari hadis-hadis lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya’ban, dapat diambil kesimpulan bahwa malam Nisfu Sya’ban jelas mempunyai keuatamana dibandingkan dengan malam-malam lainnya.
Bagaimana merayakan malam Nisfu Sya’ban?
Adalah dengan memperbanyak ibadah dan salat malam dan dengan puasa. Adapun meramaikan malam Nisfu Sya’ban dengan berlebih-lebihan seperti dengan salat malam berjamaah, Rasulullah tidak pernah melakukannya. Sebagian umat Islam juga mengenang malam ini sebagai malam diubahnya kiblat dari masjidil Aqsa ke arah Ka’bah.
Jadi sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya’ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat, zikir membaca al-Qur’an, berdo’a dan amal-amal salih lainnya. Wallahu a’lam
Sumber Pesantren Virtual
Keutamaan di Bulan Sya’ban
Sya’ban adalah istilah bahasa Arab yang berasal dari kata syi’ab yang artinya jalan di atas gunung. Islam kemudian memanfaatkan bulan Sya’ban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan, demi mencapai kebaikan.
Karena bulan Sya’ban terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, karena diapit oleh dua bulan mulia ini, maka Sya’ban seringkali dilupakan. Padahal semestinya tidaklah demikian. Dalam bulan Sya’ban terdapat berbagai keutamaan yang menyangkut peningkatan kualitas kehidupan umat Islam, baik sebagai individu maupun dalam lingkup kemasyarakatan.
Karena letaknya yang mendekati bulan Ramadhan, bulan Sya’ban memiliki berbagai hal yang dapat memperkuat keimanan. Umat Islam dapat mulai mempersiapkan diri menjemput datangnya bulan termulia dengan penuh suka cita dan pengharapan anugerah dari Allah SWT karena telah mulai merasakan suasana kemuliaan Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda,
ذاكَ شهر تغفل الناس فِيه عنه ، بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين، وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم — حديث صحيح رواه أبو داود النسائي

Bulan Sya’ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Aisyah, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa (sunnah) lebih banyak daripada ketika bulan Sya’ban. Periwayatan ini kemudian mendasari kemuliaan bulan Sya’ban di antar bulan Rajab dan Ramadhan.
Karenanya, pada bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir dan meminta ampunan serta pertolongan dari Allah SWT. Pada bulan ini, sungguh Allah banyak sekali menurunkan kebaikan-kebaikan berupa syafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzabin naar (pembebasan dari siksaan api neraka).
Dari sinilah umat Islam, berusaha memuliakan bulan Sya’ban dengan mengadakan shodaqoh dan menjalin silaturrahim. Umat Islam di Nusantara biasanya menyambut keistimewaan bulan Sya’ban dengan mempererat silaturrahim melalui pengiriman oleh-oleh yang berupa makanan kepada para kerabat, sanak famili dan kolega kerja mereka. Sehingga terciptalah tradisi saling mengirim parcel di antara umat Islam.
Karena, di kalangan umat Islam Nusantara, bulan Sya’ban dinamakan sebagai bulan Ruwah, maka tradisi saling kirim parcel makanan ini dinamakan sebagai Ruwahan. Tradisi ini menyimbolkan persaudaraan dan mempererat ikatan silaturrahim kepada sesama Muslim.
Nishfu Sya’ban
Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah. Keistimewaan bulan ini terletak pada pertengahannya yang biasanya disebut sebagai Nishfu Sya’ban. Secara harfiyah istilah Nisfu Sya’ban berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15 Sya’ban.
Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia, yakni Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT, dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.
Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karepa pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.
Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya’ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.
Dengan demikian, kita sebagai umat Islam semestinya tidak melupakan begitu saja, bahwa bulan sya’ban dalah bulan yang mulia. Sesungguhnya bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan.
Syaifullah Amin
Pengurus Pusat Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU

Doa Malam Nishfu Sya’ban
Klik untuk memperbesar



































http://blog.its.ac.id/syafii/2009/07/07/shalat-tasbih-dan-shalat-nisfu-syaban-itu-bidah/

Menyambut Malam Nisfu Sya'ban

 
SEJARAH DAN PERISTIWA PENTING PADA BULAN SYA’BAN
1. Malam Nisfu Syaaban
Dari Abi Hurairah ra dari Nabi Muhammad SAW bersabda maksudnya : “Telah datang Jibril a.s pada malam Nisfu Syaaban dan dia berkata , Ya Muhammad,pada malam ini pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat dibuka, maka berdirilahdan kerjakan sembahyang lalu angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke langit !” Kata saya (Nabi Muhammad) :
“Hai Jibril, apakah Arti malam ini ?” Dia (Jibril) menjawab: “Pada malam ini telah dibuka 300 pintu rahmat, maka Allah telah mengampuni orang-orang yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu kecuali ahli sihir, bomoh hitam, orang-orang yang suka permusuhan/ pergaduhan, peminum arak, orang-orang yang berbuat zina, pemakan riba, orang-orang yang derhaka kepada kedua orang tua, orang-orang yang suka mengadu domba (batu api) dan orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan, maka sesungguhnya mereka itu tidak akan diampuni kesalahannya sehingga mereka mahu bertaubat dan tidak akan mengulang lagi atas perbuatannya itu.”
Maka pergilah Nabi Muhammad SAW untuk mengerjakan sembahyang serta menangis di dalam sujudnya dengan membaca : “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari seksaMu dan murka Mu dan aku tidak menghitung-hitung pujian kepadaMu, sebagaimana Engkau memuji kepadaMu sendiri, maka segala puji bagiMu
sehingga Engkau redha.” Dipetik dari Kitab Zubdatul Wa’idzin.
2. Penukaran Arah Kiblat
Pada awal diwajibkan perintah solat kepada umat Islam, Rasulullah SAW dan para sahabat berkiblatkan Baitul Muqaddis. Ini telah menjadi satu kontraversi pada waktu itu. Umat Yahudi telah mendakwa bahawa agama mereka adalah benar dan diredhai oleh Allah SWT kerana umat Islam telah meniru arah ibadat mereka iaitu menghadap Baitul Muqaddis.
Umat Islam telah ditohmah dengan berbagai-bagai tohmahan dan ujian. Para Sahabat RA telah mengadu kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW menyuruh mereka agar terus bersabar dengan ujian itu sehinggalah ada perintah baru dari Allah SWT. Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Mendengar tentang apa yang berlaku pada ketika itu. Allah SWT telah mewahyukan agar Rasulullah SAW mengadap ke Baitullah Kaabah.
Sebahagian ulamak sirah meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW menerima wahyu perintah mengadap Baitullah pada 15 Syaaban semasa beliau mengimamkan solat. Sebahagian ulamak mengatakan pada solat Asar, ada yang
mengatakan Maghrib dan ada yang meriwayatkan pada solat Isya’. Rasulullah SAW sebagai imam terus mengadap ke Baitullah dan diikuti oleh para sahabat sebagai makmum.
3. Peperangan Bani Mustaliq (Muraisi’)
Bani Mustaliq ialah salah satu puak dari kaum Yahudi. Mereka telah merancang untuk membunuh Rasulullah SAW dan berita ini disampaikan kepada Rasulullah SAW oleh seorang sahabat dari puak badwi. Peperangan ini adalah turutan dari peperangan bani Quraizah, kaum yahudi yang telah dihalau oleh Rasulullah SAW keluar dari Madhinah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Syaaban, 5H. Pasukan kaum muslimin dapat melumpuhkan pasukan Bani Mustaliq.
Sebagian pasukan Bani Mustaliq ada yang ditawan, termasuklah salah seorang putri pemuka Bani Mustaliq yaitu Barrah, yang nama lengkapnya adalah Barrah binti al-Harris bin Dirar bin Habib bin Aiz bin Malik bin Juzaimah Ibnu al-Mustaliq. Al-Harris bin Dirar, ayah Barrah adalah pemimpin Bani Mustaliq. Barrah telah menjadi tawanan perang milik Sabit bin Qais. Disebabkan Barrah ini seorang perempuan yang cerdik, ia meminta untuk dibebaskan dari Sabit bin Qais, setelah diadakan pembicaraan, Sabit bin Qais meminta tebusan yang mahal.
Tetapi, Barrah waktu itu langsung menemui Rasulullah SAW untuk membicarakan masalah tebusan bagi dirinya. Kemudian Rasulullah SAW pada waktu itu menyetujui membebaskan Barrah dan menebusnya dari Sabit bin Qais dan terus menikahi Barrah dan Rasulullah SAW mengganti nama Barrah menjadi Juwairiyah. Tindakan Rasulullah SAW ini telah memberi banyak faedah kepada umat Islam ketika itu, diantaranya ialah ramai dikalangan Bani Mustaliq yang memeluk Islam dan terpadamnya dendam permusuhan di antara umat Islam dan Bani Mustaliq. Juwairah meninggal dunia pada tahun 56H.
FADHILAH BULAN SYA’BAN
Arti Sya’ban ialah berpecah-pecah atau berpuak-puak. Masyarakat Quraiysh pada waktu itu terpaksa berpecah kepada beberapa kumpulan untuk mencari sumber air di padang pasir.  Dan apabila Rasulullah SAW datang, beliau mengabadikan nama itu hingga sekarang. Rasulullah SAW telah menyebut tentang pelbagai kelebihan bulan Sya’ban dalam hadis-hadisnya. Diantara hadis yang paling masyhur ialah; Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat-sahabatnya,
“Tahukah kamu sekelian mengapa dinamakan dengan bulan Sya’ban?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui” Sabda Rasulullah SAW, “Kerana dalam bulan itu berkembanglah kebaikan yang banyak sekali.” (Dipetik dari kitab Raudatul Ulama).
Apa keistimewaan malam Nisfu Syaaban?
Malam Nisfu Sya’aban adalah malam dimana buku atau file tentang umur, rezeki kita selama setahun diangkat ke langit dan diganti dengan buku yang baru. (pada waktu Maghrib malam itu dibuka buku baru, tutup buku lama yaitu buku tahun lepas)
Dari `Aisyah r.a., dari Nabi Muhammad s.a.w., sabdanya: “Tahukah engkau (wahai `Aisyah) apa yang berlaku pada malam ini?” – Malam Nisfu Sya’aban.Saiyidatina `Aisyah pula bertanya; “Apa yang berlaku pada malam ini, Ya Rasulullah? ” Baginda menjawab: “Pada malam ini akan ditulis perihal tiap-tiap seorang anak Adam yang dilahirkan dalam tahun ini dan pada malam ini juga akan ditulis nama tiap-tiap seorang anak Adam yang akan mati pada tahun ini, demikian juga pada malam ini akan diangkat amal-amal mereka (ke hadrat Ilahi) dan pada malam ini juga akan ditentukan turunnya rezeki mereka.”
Biasanya Allah memberi perhatian kepada langit yang dekat dengan kita pada akhir malam (untuk mendengar permintaan dan keampunan hambanya) Pada Malam Nisfu Syaaban, Allah memberi perhatian terus bila ghuru’(matahari terbenam) dan tidak menunggu akhir malam.
Hadis yang diriwayatkan daripada Ali ra: Apabila tiba malam Nisfu Sya’ban, maka bangunlah kamu (menghidupkannya dengan ibadah) pada waktu malam dan berpuasalah kamu pada siangnya, kerana sesungguhnya Allah swt akan turun ke langit dunia pada hari ini bermula dari terbenamnya matahari….
“Allah turun ke langit dunia“, bukanlah bermaksud Allah bergerak atau berpindah sebaliknya ia bermaksud “Allah memberi perhatian kepada langit dunia yang dekat dengan kita (untuk mendengar permintaan dan keampunan hambanya)“
Bulan Sya’ban merupakan bulan kedua selepas Rajab yang penuh dengan keberkahan.
Sebahagian ahli hikmah menyatakan bahawa sesungguhnya bulan Rajab adalah kesempatan untuk meminta ampun dari segala dosa, pada bulan Sya’ban adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dari segala macam cela dan pada bulan Ramadhan adalah masa untuk menerangkan hati dan jiwa.
Di antara amalan-amalan yang digalakkan pada bulan Sya’ban adalah:
  • Memperbanyakkan puasa sunnah Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahawa Rasulullah SAW. lebih gemar untuk berpuasa sunat dalam bulan Syaaban berbanding dengan bulan-bulan yang lain. Justeru itu adalah patut bagi kita selaku umat Baginda mencontohinya dalam memperbanyakkan puasa sunat bagi menyemarak dan mengagungkan bulan Syaaban ini.
  • Di dalam kitab Durratun Nasihin ada menyebut sebuah hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang maksudnya: “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada permulaan Syaaban dan tiga hari pada pertengahan Syaaban dan tiga hari pada akhir Sya’ban, maka Allah Taala mencatat untuknya pahala seperti pahala tujuh puluh nabi dan seperti orang-orang yang beribadat kepada Allah Taala selama tujuh puluh tahun dan apabila dia mati pada tahun itu maka dia seperti orang yang mati syahid.”
  • Memperbanyak doa, zikir dan berselawat kepada Rasulullah S.A.W. Sabda Rasulullah S.A.W.: “Barangsiapa yang mengagungkan bulan Syaaban, bertaqwa kepada Allah, taat kepada-Nya serta menahan diri dari perbuatan maksiat, maka Allah Taala mengampuni semua dosanya dan menyelamatkannya didalam tahun itu dari segala macam bencana dan penyakit.” (Dipetik dari kitab Zubdatul Wa’izhin)
  • Bertaubat Diriwayatkan dari Umamah Al Bahili Radiallahuanhu, dia berkata: Rasulullah S.A.W. bersabda yang maksudnya: “Manakala masuk bulan Sya’ban, sukacitalah dirimu dan perbaiki niatmu.”

Pada tahun ini 14 Nisfu Sya'ban 1432 H akan bertepatan dengan Sabtu malam Ahad tanggal 16 Juli 2011 merupakan malam kelima belas dari bulan Sya'ban. Dalam tradisi masyarakat Islam, khususnya di Indonesia, malam ini sering disebut juga "Malam nisfu Saban" yang artinya malam pertengahan bulan Saban yaitu malam kelima belas.

Menurut Rasulullah SAW pada bulan ini pula yaitu pada malam nisfu saban ( malam kelima belas ) seluruh amal perbuatan manusia diangkat kepada Allah SWT. Sehingga Rasulullah SAW berharap ketika Amal perbuatannya di angkat kepada Allah SWT maka Rasul dalam keadaan puasa. Hal tersebut dijelaskan dalam Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh al-Nasa'i yang artinya :

" Bulan itu (Saban) berada diantara Rajab dan Ramadlan adalah bulan yang dilupakan manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan seru sekalian alam, maka aku suka supaya amal ibadahku diangkat ketika aku berpuasa". ( HR. al-Nasa'i )"

Keutamaan Malam Nisfu Saban


Keutamaan malam Nisfu Saban sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Mu'az bin Jabal Radiallahu 'anhu, bersabda Rasulullah SAW yang artinya:

" Allah menjenguk datang kepada semua makhluk-Nya di malam Nisfu Saban, maka diampuni segala dosa makhluk-Nya di malam Nisfu Saban, maka diampuni segala dosa makhluk-Nya kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan." ( HR. Ibnu Majah,At-Thabrani dan Ibnu Hibban )

Malam Nisfu Saban juga termasuk malam - malam yang dikabulkan doa. Imam asy-Syafi'i dalam kitabnya al-Umm, berkata:

" Telah sampai pada kami bahwa dikatakan: Sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam jum'at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya 'Idul Fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam Nisfu Saban."

Menghidupkan Malam Nisfu Sya'ban



Malam Nisfu Sya'ban ( malam kelima belas pada bulan saban ) merupakan malam yang penuh rahmat dan ampunan dari Allah SWT. Untuk itu kita dianjurkan bahkan disunnahkan untuk menghidupkan malam ini. Para thabi'in menghidupkan malam nisfu saban dengan dua cara yaitu :
  1. Sebagian mereka hadir beramai -ramai ke masjid dan berjaga di waktu malam ( qiyamullail ) untuk shalat sunat dengan memakai harum - haruman, bercelak mata dan berpakaian yang terbaik.
  2. Sebagiannya lagi melakukannya dengan cara bersendirian. Mereka menghidupkan malam tersebut dengan beribadah seperti shalat sunat dan berdoa dengan cara sendirian.
Adapun cara kita sekarang ini menghidupkan Malam Nisfu Sya'ban dengan membaca Alqur'an, seperti membaca surah Yasin, berzikir dan berdoa dengan berhimpun di masjid-masjid atau di rumah-rumah sendirian atau berjamaah adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para thabi'in itu.